Jumat, 27 Juli 2018

Literasi Digital : Ajari Anak Membuat Konten Positif

Kompas, 27 Juli 2018
Jakarta, Kompas - Lekatnya gawai dalam kehidupan  sehari-hari anak dapat dimanfaatkan untuk mengasah keterampilan anak dalam menciptakan konten yang bernilai positif. Oleh sebab itu, pendidikan literasi digital tidak hanya mengenai cara membagi waktu untuk menggunakan gawai, tetapi juga mengenalkan anak pada nilai dan norma sosial yang baik agar bisa mereka refleksikan dalam cara mereka bermedia sosial.

Layanan internet merupakan hak rakyat yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Pembangunan jaringan internet berkecepatan tinggi Palapa Ring ditargetkan selesai pada tahun 2019 dan dipastikan semua kabupaten/kota memiliki akses internet. Keniscayaan adanya jaringan internet se-Nusantara itu menjadikan literasi digital sebagai keharusan yang harus segera dikuasai masyarakat, terutama anak muda.

“Hendaknya layanan internet menaikkan semangat anak muda untuk memperbanyak mengunggah konten positif ke dunia maya. Hal ini sekaligus memberdayakan anak muda tidak sekadar sebagai pengguna internet, tetapi juga pencipta materi,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam peringatan Hari Anak Nasional yang bertema “Internetku Baik, Internetku Sehat” di Jakarta, Kamis (26/7/2018). Hadir pula Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise.

Dia mengingatkan para siswa dari berbagai SMP, SMA, dan SMK yang mengikuti perayaan tersebut agar berhati-hati dan waspada ketika mengunggah sesuatu di internet. “Segala hal yang diunggah ke internet akan abadi di sana. Di masa depan, ketika kalian hendak melamar pekerjaan, perusahaan tempat kalian melamar akan melacak jejak digital dan melihat semua hal yang sudah pernah diunggah. Makanya, mulai sekarang hanya unggah hal-hal yang positif,” ujar Rudiantara. 

Dalam acara tersebut, para siswa diajari untuk membuat konten positif yang menarik bagi khalayak dan sekaligus mendidik. Materi ini disampaikan oelh Abi Takbir, pembuat konten yang populer di kalangan anak muda untuk media sosial Instagram.

“Alatnya cukup telepon pintar. Tidak perlu telepon mahal, yang penting kita memiliki pemahaman mengenai konten yang baik. Intinya tidak boleh menjelek-jelekkan orang lain,” katanya. Ia mencontohkan jenis-jenis konten yang bisa diunggah ke media sosial, misalnya foto dan video memperkenalkan tempat-tempat yang dikunjungi ketika liburan, cara membuat makanan, lelucon, dan kegiatan seni. Abi juga mengingatkan, ada hal-hal pribadi yang tidak boleh disebar di media sosial, seperti alamat rumah ataupun foto dan video yang sensitif.

Sementara itu, pakar teknologi informasi Donny B Utoyo dari ICT Watch mengatakan, sejumlah organisasi teknologi informasi berjejaring dan menyediakan banyak modul pendidikan masyarakat yang bisa diunduh gratis di situs Literasidigital.id. Total sudah ada 25 modul yang tersedia.

Seimbang
Dalam kesempatan itu, Yohana Yembise mengingatkan para guru dan orangtua agar mengatur jadwal pemakaian gawai bagi anak. Kuncinya adalah keseimbangan waktu memakai gawai dengan aktivitas keluarga dan aktivitas fisik.

“Aturannya, anak baru boleh memiliki gawai sendiri di umur 14 tahun dan tetap berada di bawah pantauan orangtua. Jika masih dibawah 14 tahun, hanya boleh menggunakan gawai milik orangtua dan didampingi ketika memakainya,” ucapnya.

Ia mengimbau orangtua, guru, dan anak agar tidak sepenuhnya bergantung pada gawai untuk mencari informasi dan mengerjakan tugas sekolah. Manfaatkan perpustakaan sekolah dan orang-orang sekitar sehingga minat baca dan kemampuan bersosialisasi mereka juga meningkat.

“Anak meniru perilaku orang dewasa. Ketergantungan mereka pada gawai bisa jadi cerminan dari penggunaan gawai secara berlebihan oleh ayah dan ibu. Upayakan ada waktu keluarga yang bebas gawai,” kata Yohana (DNE).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar