Selasa, 15 Oktober 2019

Apakah Media Sosial Jadi Pemicu Egosentris Anda?

Oleh : Bambang Haryanto

Membicarakan diri sendiri memang mengasyikkan. Bahkan sering memabukkan. Anda setuju?

"Anda manusia juga. Wajar bila Anda tergoda untuk berbicara tentang diri sendiri. Anda ingin bersinar. Anda ingin mengesankan orang lain."

Pendapat Les Giblin dalam The Art of Dealing with People (2001) itulah yang kiranya menjadi daya dorong utama diri sebagian diri kita dalam berekspresi di media sosial. 

Dorongan kuat ingin eksis, begitu istilah populernya, mungkin juga yang telah membuat beberapa istri tentara tergoda jadi komentator politik di media sosial sehingga memicu kehebohan nasional akhir-akhir ini. Literasi digital yang rendah, dituding sebagai pemicunya.

Tetapi jangan lupa, media sosial juga membawa "penyakit"-nya sendiri pula. Menurut studi Universitas Michigan (2014), Facebook dan Twitter menarik mereka-mereka yang membutuhkan dorongan ego. 

Disebutkan, obsesi dengan media sosial menjadi kurang tentang bagaimana menghubungkan kita dengan orang lain, tetapi lebih banyak tentang kesombongan, egosentrisitas dan promosi diri sendiri. 

Contoh, bisa Anda temukan sendiri. Tentang seseorang yang terus-menerus berbagi status betapa hebatnya hidup dia. Betapa tampan atau cantik, kaya, dan kepedulian pasangan kepada dirinya. Betapa keren pekerjaan atau proyek-proyek bisnis mereka. Sampai betapa ajaibnya usahanya menurunkan berat badan yang terjadi hanya dalam waktu semalam. Silakan sambung cerita ini.

Apakah cerita-cerita bergaya serupa juga muncul di lini masa akun LinkedIn dan akun media sosial Anda lainnya?

Les Giblin memberi tips : "Kalau Anda hanya ingin memuaskan ego Anda, berbicaralah hanya tentang diri sendiri. Tetapi jangan berharap akan memperoleh sesuatu yang lain dari pembicaraan itu."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar